Volume 1 Chapter 2





Penerjemah : Lauraldy





Ketika Leonard berusia lima tahun, ibunya meninggal karena sakit.

Suatu ketika dalam sejarah Claude, tahun 198, bulan keenam tahun ini.

Di Istana Kekaisaran, tempat tinggal kaisar berturut-turut, ada sebuah taman besar yang megah.
Di sudut, ada gereja terpencil. Itu adalah bangunan batu tanpa banyak hiasan. Jauh berbeda dari Istana Kekaisaran, yang merupakan perwujudan dari ‘duniawi.’ Di dalam gereja dipenuhi panas karena kurangnya aliran udara.

Pemakaman sedang diadakan, tapi orang-orang yang hadir malah tertawa.

Di aula upacara gereja, tawa konstan dan ramping bisa didengar.


"Bagi wanita itu untuk mati, betapa beruntungnya kita.", "Untuk permaisuri keenam yang memiliki darah Plebian, lelucon apa ini.", "Dia pasti pandai memeluk pria di atas ranjang!" , "Untuk meniru kita, orang-orang yang berkedudukan tinggi, tidak mungkin dia bisa ... "," Akhirnya kesalahan dunia telah diperbaiki. "," Alangkah sukacitanya. "," Memang. "


Leonard sedang duduk di sudut gereja mendengarkan sindiran orang-orang di sekitarnya.

Ketika ibunya meninggal, dialah satu-satunya yang menangis.

Kaisar, yang adalah ayahnya, tidak hadir karena sakit.

Bangsawan kekaisaran mengutuk ibunya yang sudah meninggal tanpa peduli dan menatap Leonard seolah-olah dia adalah hama. "Anjing hutan itu harusnya mati bersama pada saat itu.", Jenis-jenis fitnah itu bisa didengar.

Mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan sambil menunggu waktu berlalu mulai menyanyikan lagu kebangsaan. “Kesejahteraan Abadi Claude”

Ketika orang-orang bersemangat dan suara nyanyian menjadi lebih kuat, pada saat itu ...

Rozalia muncul di gereja.

“Kalian semua berisik. Apakah kalian tidak belajar bagaimana berperilaku ketika di  pemakaman, bangsat. "

Suaranya lebih keras dari siapa pun.

Bangsawan kekaisaran secara bersamaan menutup mulut mereka sekaligus.

Mereka yang berbicara menyindir tanpa hati-hati gemetar karena malu, tidak ada seorang pun di dalam ruangan yang berani melawan keluarga paling berpengaruh, keluarga Alexis Marquis.

Untuk beberapa saat, Rozalia berjalan melewati gereja yang dipenuhi dengan ketenangan.

"Aku minta maaf." Ketika dia berdiri di depan peti mati, itulah yang dia katakan pertama kali. Kemudian dia melanjutkan, "Aku tidak berhasil tepat waktu."

Dia datang ke tempat ini, mengenakan gaun yang berlumur debu.

Leonard akan mengetahui kemudian bahwa dia telah melakukan perjalanan selama 150 Ri (Sekitar 600 kilometer) dari wilayah Alexis untuk bertemu almarhum  ibunya untuk terakhir kalinya.

Setelah membelai peti mati untuk sementara waktu, Rozelia membalikkan tumitnya.

Semua bangsawan kekaisaran menatapnya dengan rasa takut, tapi dia mengabaikan mereka dan langsung menuju ke sisi Leonard.

Dia berhenti di depan pria yang menangis di sudut.

Karena orang dewasa lain takut padanya, kesan pertamanya adalah "seorang wanita tua yang menakutkan."

Bekas luka besar menghiasi wajahnya.

Sosoknya yang tinggi menakutkan.

Namun-…


"Apakah kamu pernah melihat ibumu menangis?"


Suaranya dipenuhi dengan kelembutan.

Sebagai tanggapan, Leonard menggelengkan kepalanya ke samping.


"... Air mata hanya akan menyirami benih kemalangan."


Dia ingat kata-kata yang diajarkan ibunya sejak lama. Lalu dia menyeka matanya dengan lengan bajunya. Meskipun air matanya tidak berhenti, Rozelia meletakkan tangannya di atas kepala Leonard.


"Betul. Itulah kata-kata yang aku ajarkan padanya. "


Entah bagaimana dia terdengar bangga.

Begitulah bagaimana Leonard bertemu bibinya.


"Ikutlah bersamaku."


Rozelia kemudian meninggalkan gereja, dengan Leonard mengikutinya setelah sedikit ragu.

Dia mengejar punggungnya yang besar.

Sambil berjalan, Rozalia berkata ...


"Di Kekaisaran ini, tidak ada orang yang berada di sisimu. Maka kamu harus bisa  melindungi dirimu sendiri. "

Lalu, dia memberikan Leonard dua hal.

Ada dua hal yang bertentangan.

Yang pertama adalah dingin.

Pedang pertamanya.

Berat massa besi dibuat untuk orang dewasa, tapi meskipun dia masih anak-anak, tidak ada pertimbangan yang akan dibuat.

Setelah hari itu, latihan hariannya sebagai ksatria dengan Rozelia sebagai gurunya akan dimulai, dari bagaimana cara memegang pedang hingga cara menunggang kuda.

Hal lain yang dia berikan kepadanya adalah hangat.

Rumah kedua.

Leonard yang dibawa oleh Rozalia pergi bersamanya ke wilayah kekuasaannya, wilayah Alexis.

Itu adalah tanah yang subur.

Pohon dengan daun muda bisa dilihat sejauh mata memandang. Dari kereta yang dia tunggangi, hutan itu tidak berujung. Ketika mereka melewati daerah terbuka, ada sebuah danau di mana sinar matahari memantul dari permukaan air.

Warna biru danau. Warna hijau pepohonan, warna langit biru. Itu pemandangan yang indah.

Ketika dia mengambil napas dalam-dalam sambil melihat danau, rasanya dia sedang hanyut.

Ini adalah kesalahan besar untuk menganggap wilayah itu sebagai daerah pedesaan belaka,

Ibukota Alexis, Lint, ramai sebagai titik kunci perdagangan.

Itu mungkin tampak lebih rendah jika dibandingkan dengan ibu kota Kekaisaran, tapi warga kota itu tampak bersemangat dengan cahaya di mata mereka. Selanjutnya, itu bisa dilihat dari semua kelas warga. Ketika ia berpikir ia akan tinggal di kota ini, Leonard tidak bisa berhenti melihat sekeliling dari keretanya saat pergi ke kastil.